Sumpah Pemuda, Kapasitas Pemuda, Dan Semangat Patriotisme

OPINI

Jurnalis Muda 12

10/30/20235 min read

Setiap bulan Oktober kita selalu diingatkan dengan hari bersejarah yaitu sumpah pemuda, kecenderungan yang terjadi kini bahwa kewibawaan peran pemuda yang pernah ditorehkan oleh Pemuda Hindia Belanda dari seluruh nusantara pada tanggal 28 Oktober 1928, mengalami penurunan integritas terhadap komitmen awal pemuda mengawal hasil perjuangan pemuda/i di masa lalu.

Munculnya banyak tokoh-tokoh muda di seluruh bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif seharusnya menjadi penyangga terkuat berjalannya pembangunan nasional.

Siapapun tidak dapat menganulir bahwa Bangsa Indonesia, baik sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan tetap memberikan ruang bagi pemuda untuk mengekspresikan kemampuannya. Bung Karno dan banyak tokoh lainnya bahkan mendominasi pergerakan merebut kemerdekaan Indonesia.Sejarah telah mencatat bahwa gerakan-gerakan besar dan revolusioner juga dimotori oleh pemuda Indonesia. Semangat nasionalisme dan patriotisme yang ada pada pemuda berhasil membawa pemuda bangsa ini berhasil melalui fase-fase semangat anti penjajahan.

Peran pemuda pada angkatan 1966, 1974 dan 1998 telah memberikan label “The Agent Of social Control”. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim tertentu. Permasalahan internal yang dihadapi oleh hampir semua organisasi pergerakan pemuda adalah sepinya kader baru. Kader sebagai SDM organisasi memegang peranan vital menyangkut mati hidupnya organisasi. Hal ini disebabkan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia yang mulai berkiblat pada kapitalisme dan liberalisme.

Menurut Harry J Benda, ia mengungkapkan bahwa posisi pemuda dalam proses demokrasi dan menjungjung tinggi nilai-nilai pancasila adalah: kebenaran (la verite), keadilan (la justice) dan pencerahan (la rasioan). Karena itu, mudah dipahami bahwa peran-peran idealisme pemuda itu akan tetap diakui, sepanjang mereka masih lantang menyuarakan cita-cita ideal bagi tatanan sosial.

Dalam konteks ini, idealisme dimaknai sebagai proses jangka panjang mahasiswa dalam meretas dirinya secara kontinue tanpa ada kepentingan yang sempit dan temporal. Apabila pemuda sudah tidak lagi mementingkan tertanamnya nila-nilai ilmu pengetahuan dan justru mengutamakan kepentingan pribadi maupun praksis lainnya, maka hal itu adalah bentuk penghianatan intelektual (la trahison des cleres).

Semangat juang pemuda tidak boleh pamrih harus gerakan tulus dengan kekuasaan dan tidak boleh memiliki vested interes walaupun ia menjadi wakil rakyat atau presiden sekalipun. Di dalam buku pilar-pilar demokrasi yang ditulis dalam karangan Hariman Siregar menyatakan bahwa pemuda hari ini harus memikirkan dan ikut dalam gerakan politik selain memenuhi persyaratan menjalankan gerakan sosial dan moral.

Pemuda sebagai agen of sosial control dan iron stock pastilah akan menjadi seorang pemimpin yang menyuarakan dan melakukan tindakan untuk kemakmuran bangsa. Oleh karenanya, ia harus masuk sistem yang ditentukan oleh konstitusi. Dengan pemuda masuk ke dalam sistem harapannya sekelompok pemuda yang berpikir jernih yang belum terkontaminasi oleh dosa masa lalu dapat mengembalikan kejayaan bangsa ini di mata internasional.

Proses regenerasi itu akan berlangsung mulus dan lancar ketika pembenahan sistem dilakukan oleh para pemuda yang memiliki semangat juang akan pembaharuan terhadap perubahan bangsa. Oleh karena itu, orientasi pembenahan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya yang tercermin dalam sistem hukum yang berlaku saat ini sangatlah penting untuk dilakukan agar kita dapat menyediakan ruang pengabdian yang sebaik-baiknya bagi generasi bangsa kita di masa depan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kedaaan Pemuda Indonesia Hari Ini

Peran pemuda di tengah situasi bangsa yang tidak menentu justru terlihat menjadi kaum opurtunis dan komprador baru. Pemuda di berbagai kalangan tidak dapat memperkuat tatanan kebangsaaan yang sedang goyah. Justru terlalu banyak pemuda hanya aji mumpung untuk menaikkan popularitas, kekayaan dan kekuasaan.

Tema-tema kebangsaan bahkan keagamaan digunakan sebagai bualan gratis, istilahnya tipu-tipu garansi. Konsep dan pemikiran pemuda menjadi ide-ide yang dipertanyakan ketika dijadikan pijakan membangun bangsa, karena semua dihitung dengan untung rugi alias “there’s no free lunch”.

Korupsi bukanlah penyebab utama bangsa ini lumpuh, tidak berjalannya penegakan hukum juga bukan menjadi alasan tepat terhadap situasi bangsa saat ini. Namun peran pemuda yang telah dikotomi pragmatisme dan hedonisme akibat vulgarnya demokrasi dan neo kapitalisme adalah dalang dibalik merosotnya nation charakter Indonesia. Sehingga pemuda tidak lagi revolusioner khususnya dalam konsep pemikiran dan perjuangan. Pemuda terjebak dalam lingkaran situasi nasional dan seakan-akan tidak mampu melepaskan diri dan keadaan yang terus menggerus karakter pemuda.

Kita harus melihat sejarah Bangsa Indonesia, bahwa pergerakan yang membawa dampak selalu dimulai dari keberanian dan konsep pemuda. Bagaimanapun Pancasila adalah falsafah dan nilai utama Indonesia yang benar-benar murni dan tulus digali dari bumi Indonesia, jika nilai-nilai ini tidak terus diajarkan kepada generasi-generasi bangsa, maka dapat dipastikan pemuda-pemudi yang suka mencuri di rumahnya sendiri akan terus bertambah menjejali teruji besi.

Nation character building harus segera dimulai, bukan hanya sebatas penerapan kurikulum pancasila saja, namun berbagai mata pelajaran yang bertujuan membangun karakter pemuda harus segera diterapkan. Pemuda yang mencintai bangsanya dengan sepenuh hati, diharapakan tidak akan merusak rumahnya sendiri, setidak-tidaknya dia tidak mencuri di rumah sendiri.

Pemuda sebagai pilar berbangsa dan bernegara akan bermanfaat, jika pemuda mampu berkontribusi secara baik. Mengejar ketertinggalan Bangsa Indonesia untuk mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa maju di dunia, hanya dapat dilakukan jika pemuda Indonesia benar-benar telah sadar dan mau bekerja sama membangun bangsa dengan segenap kapasitas dan integritas.

Sehingga sudah saatnya pemerintah menjembatani kebangkitan pemuda dengan membenahi secara benar dan berlandaskan semangat nasionalisme dan patriotisme pada segala aspek kehidupan.

Hari ini, publik terjebak pada perdebatan umur anak muda, bukan pada substansinya. Umur itu relatif pada kesusksesan kaum muda. Jika ukurannya adalah jabatan, penulis mencontohkan kepada mantan presiden Amerika Serikat Barack Obama, baru jadi presiden pada saat usia 47 tahun 5 bulan, Presiden Perancis Emmanuel Marcon jadi presiden dengan usia 39 tahun dan menjadi presiden termuda dalam sejarah Perancis, begitu juga dengan presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) saat dilantik menjadi presiden usianya sudah mencapai angka 53 tahun.

Namun apa yang bisa kita lihat dari seorang Sultan Muhammad Al Fatih atau Mehmed II dikenal sebagai penakluk Konstantinopel pada usia 21 tahun. Diusia 11 tahun, ia telah memerintah Amasya sebagai gubernur oleh Ayahnya, sebagai bekal kelak menjadi seorang sultan, dan ternyata peran pemuda dan keberaniannya telah menjadi sejarah peradaban yang tidak bisa dipungkiri keniscayaannya.

Kemudian, kisah Ashabul Kahfi yang terjadi ribuan tahun lalu dan masih menginspirasi hingga saat ini. Bukan soal umur yang penting akan tetapi bagaimana anak-anak muda siap dengan kapasitas yang dimilikinya bukan karena aji mumpung. Usia itu hanya soal angka-angka, yang terpenting orang-orang mengingat kita sebagai apa, dan pernah berbuat apa untuk bangsa ini.

Untuk mengetahui kapasitas seseorang tersebut ada alat ukurannya, kita bisa mengukurnya dengan kompetensi dan profesionalitasnya dalam pekerjaan, bisa melihat rekam jejak keaktifannya dalam bebagai macam kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan pribadi.

Kapasitas seorang pemuda lahir dari keaktifannya terjun di berbagai organisasi dan matang dalam cara berpikirnya. Idealismenya tumbuh dan berkembang karena dihadapkan pada situasi yang bertentangan dengan jalan akal sehatnya. Hati nuraninya tidak membiarkan kezaliman dan ketidak adilan dimana-mana. Kebenaran menjadi tujuan akhir walaupun dengan perjuangan yang berdarah-darah. Anti terhadap kemunafikan dan selalu tegak lurus sesuai dengan ajaran agama Islam.

Kapasitas adalah pengetahuan yang didapat berulang-ulang, mereka yang haus akan ilmu, dan terus mencari kebenaran lewat ilmu pengetahuan, meyakini kapasitas bukan datang dengan sendirinya, meyakini bahwa kapasitas anti tesis terhadap kebodohan, karena tidak mungkin pemuda yang dianggap memiliki kapasitas tetapi dianggap bodoh karena tidak memahami berbagai macam persoalan negara.

Pemuda mesti memiliki literasi yang banyak dalam memahami kondisi bangsa hari ini, sebagian pemuda Indonesia terkenal dengan malas membaca, minim informasi dan kurang produktif dalam berkarya, karena tidak menganggap literasi itu penting untuk menggapai kesuksesan.

Pemuda hanya mengejar gelar sarjana tapi dia lupa bahwa ijazah hanya tanda bahwa orang pernah sekolah, bukan tanda orang pernah berpikir. Filsuf Roky Gerung menyebutnya kedunguan cara pikir dan akal sehatnya tidak lagi berfungsi. Sebuah kata yang berkonotasi negatif yang sering dialamatkan kepada penguasa, khususnya kepada presiden yang selalu ia kritik terhadap jalannya pemerintahan yang sudah keluar dari ranah konstitusi.

Di samping memiliki kapasitas yang mumpuni pemuda juga harus memiliki soft sklill, pemuda harus memiliki kepercayaaan diri yang tinggi, semangat pantang menyerah, tekun dalam bekerja, memiliki keberanian dalam tindakan, tidak ragu-ragu dalam bertindak, punya disiplin yang tinggi, punya mental yang tangguh menghadapi berbagai tekanan, tenang dalam berpikir, tidak grasa-grusu (terburu-buru), dan tidak merasa rendah diri di hadapan banyak orang, serta meyakini bahwa usaha tidak pernah mengkhianati hasil, selain attitude menjadi sifat pokok yang harus dimiliki oleh pemuda/i.

Dengan demikian memperingati hari sumpah pemuda sesungguhnya mengingatkan kita kepada potensi anak-anak muda yang luar biasa, punya nasionalisme dan patriotisme yang ngak diragukan lagi, selama potensi itu digunakan ke hal-hal yang positif pasti akan berpengaruh terhadap peradaban kemajuan suatu bangsa, selamat hari sumpah pemuda bro!

Penulis : Riko Riyanda, S.IP., M.Si (Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Dan Co Editor UMSB Press)